SEPUCUK SURAT UNTUK KEKASIH MINATO
Hari
ini aku kembali ke tempat di mana semua bermula dan kemudian berakhir.
Sebuah taman yang biasa kita datangi saat senja, hanya sekedar melepas
rindu atau menikmati senja yang perlahan menghilang. Aku ingat satu
tahun yang lalu di bulan November, di sinilah kita pertama kali bertemu.
Aku dan sketsa di tanganku yang tak pernah sadar bahwa kau selalu ada
ada di sana, duduk di bangku taman yang sa...ma sambil memperhatikan
diriku dalam diam. Sampai akhirnya kau memberanikan diri untuk
mendekatiku. Di bangku taman ini pula kau menyatakan perasaanmu, tanpa
kata-kata berbunga, tanpa basa-basi dan kita jadi sepasang kekasih di
tengah rintik hujan di bulan November.
Sudah hampir 6 bulan aku
tak pernah lagi datang kemari. Tak ada yang berubah dari taman ini,
kecuali kita. Dulu kita biasa duduk di sini sambil menikmati segelas
kopi yang biasa kau beli di ujung jalan itu. Sebenarnya kau tidak suka
karena rasanya terlalu manis, tapi kau bilang, ibu penjual kopinya
terlihat lelah menanti pembeli, dan akhirnya kau jadi pelanggan tetap,
meski tiap kali meminumnya kau pasti meringis. Kita banyak menghabiskan
waktu di sini, biasanya kau bermain gitar dan aku menggambar sketsa,
yang lebih banyak bergambar dirimu. Senja dan kamu yang memainkan sebuah
lagu sepertinya menjadi paduan yang paling indah dalam hidupku.
Kini tempat ini begitu sepi, rintik-rintik hujan bulan November mulai
jatuh perlahan, tapi aku tak perduli, aku berjalan mendekat ke arah
bangku taman di mana semua cerita kita tuliskan di sana. Dadaku semakin
sesak saat badanku menyentuh bangku ini, seakan ada kekuatan yang
menarikku semakin dalam pada sebuah ingatan akan kenang tentangmu.
Bangku ini terasa dingin, lebih dingin dari hujan yang telah membasahi
sebagian bajuku. Entah bagaimana aku bisa berfikir untuk kembali lagi ke
sini, seperti hendak membuka luka dan aku mulai merasakan sakit yang
teramat sangat.
Tapi aku harus kembali, memberanikan diri untuk
melepasmu di tempat mana kita dulu memulainya. Aku tak ingin terus
menerus merindukan sebuah kenangan yang takkan mungkin bisa lagi
terpeluk. Dan aku tahu, kau pasti tak ingin aku tenggelam dalam
airmataku sendiri. Aku ingat, sebelum kau melepaskan tanganku di akhir
perjalananmu melawan sakit yang telah kau derita bertahun-tahun lamanya,
kau menyelipkan sebuah surat ke tanganku yang gemetar.
“Ini untukmu sayang”, katamu pelan.
“Baca ini di tempat biasa kita berbagi senyuman. Bacalah sambil
tersenyum sayang, biar aku bisa melihat senyummu yang sehangat senja”.
Itu adalah kata-katamu yang terakhir sebelum kesadaranmu menghilang dan
dua hari kemudian akhirnya kau menyerah. Hampir 6 bulan surat ini
kupegang, aku tak berani membukanya. Aku tak punya keberanian untuk
datang kembali ke sini sendirian tanpamu. Buatku tempat ini menjadi
seperti kuburan tanpa nisan tempat kita mengubur kenangan. Dan rasanya
sangat menakutkan, seperti menggali lubang kuburan kita sendiri. Jika
saja aku tak melihat kalender tadi malam, mungkin aku takkan pergi hari
ini. Yah, hari ini adalah tanggal dimana kita memulai sebuah cerita
tentang cinta, tentang kita dan kini tentang akhir dari sebuah
perjalanan.
Aku mencoba membuka surat yang kau berikan padaku,
amplopnya berwarna ungu warna yang kusuka. Tanganku gemetar, aku tak
ingin ada yang robek atau rusak saat membukanya. Selembar kertas surat
yang juga berwarna ungu terlipat rapi, aku membukanya hati-hati. Belum
lagi aku membacanya hatiku sudah tergetar, tulisan tangan ini sangat aku
kenali. Tulisan tangan yang biasanya ada diantara kertas-kertas
sketsaku, hanya sekedar menuliskan kalimat-kalimat lucu yang membuatku
tertawa. Kali ini sebuah surat panjang yang kau buat khusus untukku dan
aku tak tahu kapan kau menuliskannya. Dengan pelan kubaca huruf per
huruf, kalimat per kalimat hingga aku tenggelam di dalamnya.
*******
Sepucuk surat untukmu kekasih,
Minato
Sayang, kamu tahu aku tak pandai bermain kata-kata dan aku juga bukan
laki-laki yang romantis, tapi aku ingin menuliskan sebuah surat untukmu
hanya untuk melihat senyummu. Aku tak ingin melihatmu menangis,karena
airmatamu bisa membuat hatiku teriris pedih. Kamu ingat, saat
kertas-kertas sketsamu hilang, kau menangis dalam pelukanku, hatiku
sungguh sangat tak tenang dan aku mencoba mencarinya tanpa
sepengetahuanmu tapi kertas-kertas itu menghilang seperti terbawa angin.
Lalu aku mencoba untuk menggambar sketsa yang sama tapi kau tahu
tanganku hanya bisa untuk bermain gitar dan membelai rambutmu, gambarnya
jelek sekali. Aku merasa sangat sedih dan gagal tapi aku tak kehilangan
akal. Aku mengajakmu jalan-jalan, ke tempat mana saja kau mau dan kau
memilih pergi ke taman hiburan. Kau begitu gembira saat itu, kau lupa
bahwa kau sedang bersedih karena kehilangan hasil karyamu dan aku lega
bisa kembali melihat senyummu. Hanya itu yang berharga sayang, sebuah
senyum senjamu.
Kekasih, saat kau membaca surat ini aku pasti
sudah tidak ada lagi di sisimu, bukan karena mauku sayang! Kalau aku
bisa aku akan melawan penyakit ini, aku bahkan meminta Tuhan untuk
membiarkan aku terus hidup, bukan karena aku takut mati tapi karena aku
tak ingin meninggalkan dirimu sendiri. Aku tak ingin kau jadi bersedih,
aku tak ingin kau kehilangan senyum yang membuat wajahmu jadi teramat
manis. Aku berusaha membuat surat ini menjadi romantis bahkan kuselipkan
sedikit puisi tapi hasilnya malah terlihat konyol. Aku mengulangnya
berpuluh-puluh kali bahkan hingga aku kehabisan kertas dan hasilnya
tetap sama, akhirnya aku menuliskan kembali seperti apa adanya diriku,
yang hanya bisa berpuisi dalam hati saat mengagumi kecantikanmu.
Sayangku, aku tahu setiap perpisahan pasti meninggalkan luka dan
airmata tapi tidak ada yang sia-sia karena pada setiap perpisahan adalah
awal pertemuan yang baru pada sebuah kehidupan yang lain. Kita mungkin
punya sebuah cerita indah tapi kau harus terus melangkah karena catatan
hidupmu belum berakhir, kau harus terus menuliskan cerita-cerita indah
lainnya pada lembaran-lembaran kehidupanmu. Pada akhirnya aku hanya akan
sebuah kenangan yang kau simpan pada sudut hatimu terdalam. Cukup kau
tahu bahwa ada masa di mana kau sangat berarti bagi seseorang dan itu
aku.
Berjanjilah padaku sayang, taman ini akan menjadi kenangan
kita yang hanya membuatmu tersenyum bukan untuk kau tengisi, setiap
kali kau ke sini kau akan membawa cerita-cerita baru, harapan-harapan
baru. Jadikan taman ini sebagai tempat kau mencari inspirasi karena
katanya kenangan bisa menjadi ladang ide untuk sebuah karya. Aku ingin
kau menjadi wanita yang paling bahagia dan sukses, mengejar cita-cita
yang pernah kau ceritakan padaku dengan mata penuh cahaya. Aku hanya
ingin kau terus tersenyum, berjanjilah padaku sayang mau kan?
Oh ya sayang titip salam pada ibu penjual kopi, katakan aku menyukai
kopinya meski terlalu manis, dan sepertinya aku masih ada hutang segelas
kopi padanya, bisa kau pinjamkan dulu uangmu untuk membayar kopinya,
nanti kalau kau ke sini aku pasti bayar….heheheee
Nah kan kau
tersenyum, senyummu begitu manis… tetaplah tersenyum seperti itu
kekasih, bidadariku, mutiara hatiku dan aku akan menikmati senyummu dari
tempatku…
Yang mencintaimu ,
Kushina
********
Aku melipat kembali surat darimu, bulir-bulir gerimis masih menemani,
wajahku basah oleh hujan dan airmata. Tapi aku berjanji akan selalu
tersenyum untukmu, untuk kita dan sebuah kenangan. Taman ini tiba-tiba
seperti sebuah taman yang penuh bunga, ada kupu-kupu yang hinggap di
bahuku. Aku merasa dirimu menjelma menjadi kupu-kupu dan itu membuatku
makin yakin bahwa; sejauh apapun kau pergi, kenanganmu akan tertinggal
di hati dan di sini, tempat aku melepas kerinduan akanmu.
Aku
melangkah pergi dengan langkah yang pasti, gerimis di awal bulan
Desember, mengiringi langkahku menuju kehidupan yang baru, mengejar
cita-cita seperti yang pernah aku ceritakan padamu. Pada saatnya nanti
aku akan kembali ke sini membawa sebuah cerita baru dan selarik senyum
senja untukmu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar